Rabu, 04 Januari 2012

EKSPERIMEN DALAM PEMASARAN

EKSPERIMEN DALAM PEMASARAN

Eksperimen adalah sebuah riset dimana kondisi di kontrol sedemikian rupa sehingga satu atau lebih variabel dapat distimulasi untuk menguji hipotesis (Zikmund)

Eksperimen adalah metode riset yang memanipulasi hanya satu variabel, sehingga memungkinkan evaluasi hubungan kausal diantara variabel-variabel.

Eksperimen sebagai Riset Sebab-Akibat (kausal)
-                  Eksperimen adalah Investigasi ilmiah dimana seorang investigator memanipulasi dan mengendalikan satu atau lebih variabel independen serta mengamati variabel dependent atau variabel concomitant variation terhadap manipulasi variabel independent.
-                  Eksperimen Laboratorium adalah investigasi riset dimana investigator menciptakan situasi dengan kondisi yang tepat, sehingga mampu mengendalikan beberapa variabel dan memanipulasi variabel lainnya.
-                  Eksperimen Lapangan adalah studi riset dalam situasi yang realistik dimana satu atau lebih variabel independet dimanipulasi oleh peneliti dibawah kondisi yang sebisa mungkin dikendalikan seperti situasi sebenarnya.

Validitas Internal dan Eksternal dari Eksperimen :
-              Validitas Internal
Studi kriteria dimana sebuha eksperimen akan dievaluasi. Kriteria ini berfokus pada usaha untuk mendapatkan bukti yang menunjukkan bahwa variasi dalam variabel kriteria adalah hasil dari kesan atas variabel perlakuan atau eksperimen.
-              Validitas Eksternal
Salah satu kriteria penilaian eksperimen adalah sejauh mana dampak eksperimental observasi tersebut dapat digeneralisasikan terhadap populasi dan latar.

Peran Eksperimen dalam Riset Pemasaran
Uji Pasar (Uji Pemasaran), sebuah eksperimen terkendali yang dilakukan dalam sektor pasar yang terbatas tetapi dipilih secara hati-hati, tujuannya adalah untuk memprediksi konsekuensi penjualan atau laba, baik secara absolut atau relatif, atas satu atau lebih tindakan pemasaran yang direncanakan.

Masalah-masalah Eksperimen :
-              Biaya
-              Waktu
-              Pengendalian
                  

KONSEP DAN PENGERTIAN

  1. Variaebl Independen (VI)
-       Adalah variabel yg mempengaruhi
-       Dalam eksperimen, VI adalah variabel atau alternatif yg dimanipulasi , yg efeknya diukur dan dibandingkan disebuut juga Perlakuan (Treatment)

  1. Variabel Dependen (VD)
Adalah variabel yg mengukur efek VI pada unit pengujian

  1. Variabel Ekstra (Extraneous Variabel / VE)
Adalah semua variabel diluar variabel independen yg mempengaruhi respons pengujian
Variabel ini mencermati pengukuran variabel dependen sehingga mengurangi akurasi hasil penelitian

  1. Eksperimen
Adalah proses memanipulasi satu atau lebih variabel independen dan mengukur satu atau lebih variabel dependen , sekaligus mengontrol variabel ekstra

  1. Desain Eksperimen
Adalah sejumlah prosedur yang merinci :
    1. Unit pengujian
    2. Pembagian unit pengujian menjadi subsampel
    3. Apa variabel independennya atau perlakuan yang mau dimanipulasi
    4. Variabel independen apa yang mau diukur
    5. Bagaimana mengontrol variabel ekstra

  1. Perlakuan Eksperimen (Eksperiment Treatment)
Adalah alternatif manipulasi variabel independen yang diteliti

  1. Unit Pengujian (Test Units)
Dalam riset pemsaran unit pengujian adalah individu, organisasi, konsumen atau entitas lain, yang responnya terhadap perlakuan atau VI diukur


        DEFINISI DAN SIMBOL

       X = eksposur sutu group terhadap variabel independen, perlakuan atau event yang 
              efeknya mau ditentukan
      O = proses observasi atau pengukuran variabel independen pada unit pengujian
      R = penempatan group atau unit pengujian secara random pada perlakuan terpisah

     Sebagai tambahan, terdapat pula kesepakatan berikut :
  1. pergerakan dari kiri ke kanan menunjukkan pergerakan waktu
  2. simbol-simbol horizontal menyatakan bahwa simbol-simbol itu (yang menyatakan perlakukan tertentu), berkaitan dengan group tertentu
  3. Simbol-simbol vertikal menyatakan bahwa perlakuan (yang ditandai simbol-simbol itu) dilakukan secara bersamaan
ISU-ISU DASAR EKSPERIMEN

  1. Manipulasi Variabel Independen (VI)Dalam metode eksperimen, VI adalah variabel yang dapat dimanipulasi dalam bentuk apapun yg diinginkan peneliti, sedangkan variabel dependen adalah variabel lai yang terkena dampak manipulasi itu

  1. Seleksi dan Pengukuran Variabel Dependen (VD)Variabel Dependen adalah kriteria atau standar yang dipakai untuk mengukur hasil. Dengan hasil itu disimpulkan bahwa perubahan yang terjadi pada variabel dependen merupakan dampak dari variabel independen
  1. Seleksi Unit Pengujian (UP)Dalam eksperimen dapat pula muncul kesalahan pengacakan dan pemilihan sampel.
    Bias pemilihan (selection bias atau SB) berkaitan dengan penempatan unit pengujian terhadap kondisi perlakuan yang tidak tepat. Idealnya apabila pengukuran variabel dependen dilakukan sebelum eksposur dilakukan, hasil dua atau lebih group akan sama

  1. Pengendalian Variabel Ekstra (VE)Variabel ekstra adalah variabel yang mempengaruhi hasil penelitian, namun pengaruhnya kecil, sehingga tidak cukup besar untuk menempatkannya sebagai variabel moderating.
    Walaupun pengaruhnya kecil, kalau jumlahnya banyak maka variabel ekstra akan mengurangi keakuratan hasil penelitian.
    Maholtra mengklasifikasikan variabel ekstra ke dalam kategori :
    1. Sejarah (History / H) Adalah peristiwa-peristiwa tertentu diluar eksperimen tetapi terjadi secara bersamaan, sehingga mempengaruhi hasil eksperimen
    1. Maturasi (MA)-               berkaitan dengan perubahan dalam unit pengujian 
      -            maturasi bisa pula berkaitan dengan pengalaman terhadap stimulasi. Semakin  berpengalaman terhadap suatu stimuli, semakin kurang responsif seseorang terhadap stimuli itu
    1. Efek PengujianIni berlaku untuk eksperimen yang mengukur perilaku
    1. InstrumenKadang-kadang selama eksperimen berlangsung, terjadi perubahan-perubahan pada instrumen. Bisa pengamatnya berubah, bisa alat pengukurnya bisa pula skor yang digunakan
    1. Efek Statistik
    2. Bias Pemilihan
    3. MortalitasMortalitas adalah bias yang berkaitan dengan hilangnya unit pengujian pada saat eksperimen masih berlangsung

Mengontrol Variabel Ekstra
Ada 3 jalan untuk mengontrol variabel ekstra, yaitu :
a.    Randomisasi
Setelah dipastikan bahwa unit pengujian memiliki keseragaman  satu sama lain, maka saat hendak dimasukkan ke dalam group-group eksperimental, setiap unit pengujian dilakukan secara acak (random). Begitu pula perlakuan yang akan diberikan ditentukan secara acak pula
b.    Matching
Adalah menyamakan variabel-variabel kunci
c.    Pengendalian Statistik
Dilakukan melalui analisis statistik


   KLASIFIKASI DESAIN EKSPERIMEN

  1. Preexperimen Design, Ditandai oleh tidak adanya randomisasi
    1. One-shot Case Study
    2. One-group Pretest Posttest Design
    3. Static Group
  2. True Experimen Design, Kunci desain ini adalah Randomisasi 
    a. Pretest-posttest control group design
    b. Postest-only Control Group Design
    c.  Solomon Four Group Design
  3. Quasi Experimental Design (QED)
    1. Time Series Design
    2. Multiple Time Series Design
  4. Statistical Design  : a. Randomized Bloc      b. Latin Square     c. Factorial Design

    KELEBIHAN DAN KETERBATASN EKSPERIMEN

    1. Kelebihan
      1. Memungkinkan peneliti melihat hubungan kausal antara variabel independen dan variabel dependen
      2. Diketahuinya waktu kejadian (time of occurrence)
    2. KeterbatasanTerkait dengan waktu, biaya dan administrasi




         Referensi :
    1. Bilson Simamora
    2. Gilbert A. Churchill, JR, 2002, Dasar-dasar Riset Pemasaran, Jilid 1, Penerbit Erlangga

    S U R V E I

    S U R V E I
    Survei adalah metode riset yg dalam pengumpulan data primer melakukan Tanya jawab dengan responden.
    Survei dilakukan terhadap sampel yg diharapkan mewakili populasi à Sampel yg representative.
    Kelebihan Survei :
    1.      Prosesnya dapat dilakukan secara cepat dan efisien
    2.      Karena pertanyaannya terstruktur, maka hasilnya reliable dan akurat
    3.      Penggunaan pertanyaan respons tetap, mengurangi variabilitas hasil
    4.      Pengkodean, analisis  dan interpretasi data relative sederhana dalam survey.

    Kelemahan Survei :
    1.      Responden tidak mampu menjawab pertanyaan, karena tidak memahami atau tidak ingat yang mereka lakukan
    2.      Responden tidak mau menjawab pertanyaan karena pewawancara tidak dikenal atau karena pertanyaan terlalu pribadi
    3.      Responden memberikan jawaban walaupun tidak memahami pertanyaan, tujuannya hanya agar terkesan pinter
    4.      Responden memberikan jawaban hanya untuk menyenangkan pewawancara
    5.      Responden tidak memiliki waktu untuk diwawancari
    6.      Wawancara dapat dianggap mengganggu privasi

    Metode Kontak :

    1.      1. Secara Langsung (Personal Interview)
    2.      2. Pos (Mail Interview)
    3.      3. Kontak Telepon (Telephone Interview)
    4.      4. Kontak e-mail
    5.      5. Kontak Langsung

    Kontak Pos
    Kontak ini dilakukan dengan mengirimkan kuesioner melalui jasa pos.
    Kelebihan :
    1.      Biaya per responden rendah
    2.      Responden juga dapat memberikan jawaban yg lbh jujur dibandingkan wawancara langsung atau melalui telepon
    3.      Bias yg terjadi karena pengaruh wawancara, dapat dikurangi
    Keterbatasan :
    1.      Tidak fleksibel, dimana semua responden menjawab pertanyaan yg sama. Pewawancara tidak memiliki kesempatan untuk menyesuaikan pertanyaan dengan jwaban responden
    2.      Cara ini biasanya membutuhkan waktu lama, dari kuesioner dikirimkan sampai diterima kembali
    3.      Tingkat respon, yaitu persentase kuesioner yg dikembalikan dari kuesioner yg dikirmkan biasanya sangat rendah (70 % tidak menjawab).

    Metode Faks
    Jika kuesioner dikirimkan melalui faksimili, kelebihannya sama seperti kelebihan dalam metode kontak  pos hanya ditambah dengan :
    Kuesioner dapat cepat sampai ke partisipan, demikian pula balasan dari partisipan ke pewawancara
    Keterbatasan :  sama dengan keterbatasan dalam metode kontak pos, hanya ditambah :
    1.      Privasi berkurang karena kuesioner muncul dalam mesin faks. 
          Apakah responden memiliki mesin faks sendiri ? kalau Ya, masalah teratasi, kalau tidak ?
    2.      Karena tidak semua orang mempunyai mesin faks, sehingga partisipan yg dapat dihubungi terbatas
    3.      Biaya mahal, palagi dalam jumlah lembar kuesionernya banyak
    4.      Format kuesioner tidak sebagus aslinya

    Kontak Telepon (Telephone Interview)
    Kelebihan :
    1.      Data dapat dikumpulkan secara cepat. Pewawancara tidak perlu mendatangi responden, cukup menghubungi melalui telepon
    2.      Lebih fleksibel, sebab pewawancara dapat menerangkan pertanyaan yg sulit
    3.      Tingkat resposnya umumnya tinggi
    Kelemahan :
    1.      Biaya per responden tinggi, apalagi saluran interlokal maupun internasional
    2.      Orang-orang sulit membicarakan pertanyaan yg bersifat pribadi dengan pewawancara
    3.      Tidak semua orang memiliki telepon, jumlah partisipan terbatas
    4.      Kendala keterbatasan waktu (maksimum 10 mneit)

    Kontak e-mail
    Keuntungan kontak e-mail adalah semua keuntungan dalam metode kontak pos dan kontak faks, ditambah dengan :
    1.      Privasi partisipan terjaga karena kontak surat elektronik hanya bisa dibuka oleh pemiliknya, kecuali kalau passwordnya diberikan kpd orang lain
    2.      Kuesioner dapat diformat menarik dengan simulasi gambar hidup atau suara.
    Kerugiannya adalah :
    1.      Jumlah partisipan yg memiliki e-mail, apalagi yg diketahui alamatnya terbatas
    2.      Sering terjadi gangguan, mungkin karena janringan rusak atau padat.

    Kontak Langsung
    Kontak Langsung dapat dibagi menjadi : Wawancara Individu dan Wawancara Kelompok

    Wawancara Individu adalah wawancara yg dilakukan untuk satu orang. Dapat dilakukan dimana saja responden dapat ditemui dan bersedia di wawancarai.
    Kelebihan :
    1.      Pertanyaan dan jawaban dapat dilakukan secara jelas
    2.      Dapat digali informasi yang lebih terperinci
    3.      Fleksibel, pertanyaan dapat disesuaikan dengan responden
    4.      Pewawancara terlatih dapat menerangkan topic yg dibicarakan secara gamblang
    5.      Pewawancara dapat menggunakan alat-alat peraga untuk mengefektifkan komunikasi
    Keterbatasan :
    1.      Biaya tinggi, sebab dibutuhkan waktu dan uang untuk menemui responden
    2.      Memerlukan orang yang ahli wawancara
    3.      Jawaban bisa bias karena pengaruh kontak pribadi antara pewawancara dan yang diwawancarai.

    Wawancara Kelompok adalah wawancara yg diikuti enam sampai sepuluh orang responden. Dalam wawancara seperti ini dibutuhkan panduan kuesioner. Melalui kuesioner ini pewawancara mengajukan pertanyaan, apabila  pertanyaan sulit atau kurang dimengerti pewawancara dapat menjelaskan.
    Keuntungan :  lebih efisien karena pewawancara menghadapi beberapa partisipan sekaligus.
    Kelemahan : jawaban partisipan bisa terpengaruh oleh orang/kelompok lain. Partisipan  tidak bebas karena privasinya rendah.

    Metode Kontak mana yang paling baik ?

    Selasa, 03 Januari 2012

    TEKNIK-TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

    TEKNIK-TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

    PENGERTIAN SAMPEL

    Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.
    Berbagai alasan yang masuk akal mengapa peneliti tidak melakukan sensus antara lain adalah,(a) populasi demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti; (b) keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, membuat peneliti harus telah puas jika meneliti sebagian dari elemen penelitian; (c) bahkan kadang, penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap populasi – misalnya, karena elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma Sekaran, 1992); (d) demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jeruk
    Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara penarikan sampelnya harus dilakukan secara seksama.
    Cara pemilihan sampel dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel.
    Populasi atau universe adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Jika yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan “X”, maka populasinya adalah keseluruhan laporan keuangan perusahaan “X” tersebut, Jika yang diteliti adalah motivasi pegawai di departemen “A” maka populasinya adalah seluruh pegawai di departemen “A”. Jika yang diteliti adalah efektivitas gugus kendali mutu (GKM) organisasi “Y”, maka populasinya adalah seluruh GKM organisasi “Y”.
     Elemen/unsur adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30 laporan keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau elemen penelitian. Artinya dalam populasi tersebut terdapat 30 elemen penelitian. Jika populasinya adalah pabrik sepatu, dan jumlah pabrik sepatu 500, maka dalam populasi tersebut terdapat 500 elemen penelitian.
    Syarat sampel yang baik secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
    Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan adalah populasi.
    Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis
    Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
    Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh Pertama : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976). Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.
    Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan , makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau
    )ssimpangan baku dari populasi ( tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebh sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.
    Di bawah ini digambarkan hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat kesalahan seperti yang diutarakan oleh Kerlinger besar kesalahan kecil-kecil besarnya sampel besar.
    Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
     Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil. Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti juga bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik (manageable). Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%. Ada pula yang menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan Diehl, 1992).
     Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebagai berikut :
    1. Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen.
     2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 303.
    3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis.
     4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.

    Sebagai informasi lainnya, Champion (1981) mengatakan bahwa sebagian besar uji statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji statistik yang ada akan sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d 60 atau dari 120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan untuk menerapkan uji statistik. (Penjelasan tentang ini dapat dibaca di Bab 7 dan 8 buku Basic Statistics for Social Research, Second Edition)

    Teknik-Teknik Pengambilan Sampel

    Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
     Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran populasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap teh botol.
    Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling

    1. Probability/Random Sampling.
     Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling frame”. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A “ tersebut selengkap mungkin. Nama, NPM, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya. Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep “acak” atau “random” itu sendiri.

    a. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana.
    Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
    (1) Susun “sampling frame”
    (2) Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
    (3) Tentukan alat pemilihan sampe
    (4) Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi

    b. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
    Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
    (1) Siapkan “sampling frame”
    (2) Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
    (3) Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
    (4) Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
    Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.
    Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.

    c. Cluster Sampling atau Sampel Gugus
    Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur :
    (1) Susun sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya    
       ada 100 departemen.
    (2) Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
    (3) Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
    (4) Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sampel

    d.  Systematic Sampling atau Sampel Sistematis
    Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25.
    Prosedurnya :
    (1). Susun sampling frame
    (2) Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
    (3) Tentukan K (kelas interval)
    (4) Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara  
         acak atau random – biasanya melalui cara undian saja.
    (5) Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang  
             Terpilih
        (6) Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

    e. Area Sampling atau Sampel Wilayah
    Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :
    (1)            Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
    (2)            Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
    (3)            Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
    (4)            Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
    (5)            Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

    2.  Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak

    Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.

    a. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.
         Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.

    b. Purposive Sampling
    Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
    (1) Judgment Sampling
       Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”. Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
             (2) Quota Sampling
      Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
    Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.
            (3) Snowball Sampling – Sampel Bola Salju
    Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa menghentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup).